Home / Travel / Fort de Kock, Baanjuang, Jembatan Limpapeh: Ikon Wisata Bukittinggi!

Fort de Kock, Baanjuang, Jembatan Limpapeh: Ikon Wisata Bukittinggi!

Perjalanan ke Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, selalu menawarkan pengalaman yang tak terlupakan. Kota perjuangan ini dikenal kaya akan destinasi wisata bersejarah, mulai dari rumah kelahiran Proklamator Mohammad Hatta, Lubang Jepang, hingga ikon megah Jam Gadang. Menariknya, berbagai objek wisata di Bukittinggi ini memiliki lokasi yang relatif berdekatan, seolah dirancang untuk menciptakan perpaduan sempurna antara sejarah, adat istiadat, panorama alam yang indah, dan kekayaan kuliner.

Salah satu kejutan menyenangkan yang ditemukan saat menjelajahi Bukittinggi adalah konektivitas tak terduga antar-objek wisata. Misalnya, kunjungan ke Fort de Kock, benteng bersejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan, ternyata terhubung langsung dengan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan atau yang akrab disebut Kebun Binatang Bukittinggi, serta Museum Rumah Adat Baanjuang. Pengunjung hanya perlu membeli satu tiket masuk untuk Fort de Kock, dan tanpa disadari, perjalanan berlanjut ke dua destinasi menarik lainnya.

Koneksi ajaib ini terwujud berkat keberadaan sebuah jembatan ikonik yang dikenal sebagai Jembatan Limpapeh. Setelah puas mengelilingi area Fort de Kock, wisatawan akan menyeberangi jembatan yang cukup panjang ini. Tak lama kemudian, mereka akan tiba di area Taman Margasatwa, dan melanjutkan sedikit langkah, Museum Rumah Adat Baanjuang sudah menanti. Ini berarti, hanya dengan satu tiket, pengunjung dapat menikmati keindahan dan kekayaan tiga destinasi wisata sekaligus, menjadikannya pilihan ideal untuk liburan keluarga di Bukittinggi.

Jembatan Limpapeh sendiri memiliki daya tarik yang unik. Berdiri kokoh di kawasan yang dikenal sebagai Kampung Cino, jembatan gantung ini membentang sepanjang 90 meter dengan lebar 3,8 meter. Ciri khas utamanya terletak pada desain rumah tradisional Minangkabau yang menghiasi bagian tengahnya, mencerminkan keindahan budaya lokal. Jembatan yang dibangun pada tahun 1995 di Jalan Ahmad Yani, Bukittinggi, ini memang bertujuan untuk mempermudah akses wisatawan yang ingin berpindah antara Taman Margasatwa Kinantan dan Benteng Fort de Kock.

Nama “Limpapeh” sendiri kaya akan makna filosofis dalam bahasa Minang. Secara harfiah, “Limpapeh” merujuk pada tiang tengah penyangga rumah gadang, yang melambangkan kekuatan dan kestabilan. Selain itu, istilah ini juga sering diartikan sebagai perempuan atau ibu, mengacu pada peran sentral mereka sebagai penyangga utama keutuhan rumah tangga dan pelestari adat istiadat. Konsep ini semakin memperkaya nilai budaya dari jembatan penghubung yang luar biasa ini.

Untuk memahami lebih dalam mengenai ketiga objek wisata yang saling terhubung ini, berikut adalah gambaran singkatnya, berdasarkan observasi langsung dan informasi dari berbagai sumber:

Pertama, Fort de Kock. Benteng ini merupakan salah satu benteng paling penting dalam catatan sejarah perjuangan masyarakat Bukittinggi dalam mengusir penjajah. Berlokasi di puncak Bukit Jirek, Fort de Kock menjadi saksi bisu kegigihan pasukan Paderi yang dipimpin oleh Imam Bonjol dalam menghadapi pasukan Hindia Belanda. Nama “Fort de Kock” sendiri bukan nama asli dari lokasi benteng ini. Bukit Jirek didedikasikan oleh Baver sebagai penghormatan kepada pejabat Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda sekaligus Komandan Militer pada masa itu, Hendrik Merkus Baron de Kock.

Kedua, Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan. Lebih dikenal sebagai Kebun Binatang Bukittinggi, lokasi ini berada di atas Bukit Cubadak Bungkuak, Bukittinggi, Sumatera Barat. Kebun binatang ini memegang predikat sebagai salah satu kebun binatang tertua di Indonesia dan satu-satunya di Sumatera Barat yang memiliki koleksi hewan terlengkap di Pulau Sumatera. Di dalam kompleks Kebun Binatang Bukittinggi ini, pengunjung juga dapat menemukan Museum Rumah Adat Baanjuang dan Museum Zoologi, menambah dimensi edukasi dan budaya pada kunjungan.

Ketiga, Museum Rumah Adat Baanjuang. Museum umum ini didirikan oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama Modelar Counterlleur pada tanggal 1 Juli 1935. Bangunan Museum berbentuk rumah gadang yang autentik, dengan halaman yang dilengkapi oleh rangkiang, lumbung padi khas Minangkabau. Sebagian besar struktur bangunan masih mempertahankan material tradisional, memberikan gambaran yang jelas tentang arsitektur dan kehidupan masyarakat Minangkabau tempo dulu. Kunjungan ke museum ini melengkapi pengalaman budaya yang kaya di Bukittinggi.

Ringkasan

Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, menawarkan pengalaman wisata sejarah dan budaya yang unik dengan destinasi yang saling terhubung. Ikon utamanya adalah Fort de Kock, Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan, serta Museum Rumah Adat Baanjuang, yang dapat diakses dengan satu tiket masuk. Konektivitas ini terwujud berkat Jembatan Limpapeh, sebuah jembatan gantung ikonik berdesain rumah tradisional Minangkabau, yang juga memiliki makna filosofis mendalam.

Fort de Kock adalah benteng bersejarah yang menjadi saksi perjuangan melawan penjajah Belanda. Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan merupakan kebun binatang tertua dan terlengkap di Sumatera yang berlokasi di Bukit Cubadak Bungkuak. Di dalam kompleksnya, terdapat Museum Rumah Adat Baanjuang, museum umum berbentuk rumah gadang autentik yang didirikan pada tahun 1935, menampilkan arsitektur dan kehidupan Minangkabau tradisional.

Tag: